Bogor ,– metro reportase.com,- Banyaknya informasi dan laporan yang diterima oleh Lembaga Swadaya Masyarakat Badan Anti Korupsi Nasional (LSM-BAKORNAS) terkait perusahaan tidak memberikan hak karyawan untuk mendapatkan pesangon atau karyawan diberikan pesangon namun tidak sesaui dengan peraturan perundangan yang berlaku.
Hermanto, S.Pd.K selaku Ketua Umum LSM BAKORNAS menuturkan bahwa Undang-undang mendefinisikan pemutusan hubungan kerja (“PHK”) sebagai pengakhiran hubungan kerja karena suatu hal tertentu yang mengakibatkan berakhirnya hak dan kewajiban antara pekerja/buruh dan pengusaha.
Lebih lanjut katanya, sementara itu pengertian Resign adalah tindakan melepaskan pekerjaan atau posisi secara formal atau resmi. Artinya, karyawan mengundurkan diri secara sadar kepada perusahaan, biasanya dibarengi dengan mengajukan surat resign.
Masih katanya, bahwa pekerja atau buruh adalah setiap orang yang bekerja dengan menerima upah atau imbalan dalam bentuk lain.
Secara normatif, ada dua jenis PHK yang bisa dilakukan, yaitu PHK secara sukarela dan PHK dengan tidak sukarela. Yang dimaksud PHK secara sukarela adalah PHK yang terjadi tanpa paksaan dan tekanan, seperti pengunduran diri karena kehendak pribadi, habisnya masa kontrak, tidak lulus masa percobaan (probation), memasuki usia pensiun, atau meninggal dunia, pungkas tokoh aktivis nasional itu.
Sementara itu, PHK tidak sukarela adalah PHK yang terjadi karena adanya “keharusan” atau berbagai alasan, contohnya karena pelanggaran yang dilakukan oleh buruh/pekerja, atau karena buruh mangkir selama 5 hari kerja atau lebih berturut-turut, Paparnya.
Ia menjelaskan jika mengacu pada Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), pesangon memiliki arti sejumlah uang yang dibayarkan oleh perusahaan kepada karyawan yang terkena pemutusan hubungan kerja.
Nah, Sering kali pesangon menjadi hal yang memicu perselisihan antara karyawan dan perusahaan karena adanya perbedaan jumlah uang yang diterima, ucapnya.
Hermanto mengatakan defini uang pesangon adalah sejumlah uang yang dibayarkan oleh perusahaan kepada karyawannya dengan nama dan dalam bentuk apapun terkait dengan berakhirnya masa kerja atau terjadi pemutusan hubungan kerja
Ia menegaskan, Perhitungan pesangon pun ada aturannya dan tidak bisa dilakukan sembarangan. Peraturan tersebut sudah ditetapkan pada UU No. 13 Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan dan UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
Ketua Umum BAKORNAS itu mengungkapkan masyarakat perlu mengetahui, ada tiga komponen yang akan didapatkan oleh karyawan yang terkena PHK, yaitu :
1. uang pesangon (UP),
2. uang penghargaan masa kerja (UPMK), dan
3. uang penggantian hak (UPH).
Lebih lanjut Ia menerangkan, bahwa Perhitungan Uang Pesangon telah diatur dalam Undang-Undang yang diantaranya yaitu :
1. UU No. 13 Tahun 2003 Pasal 156 ayat (1)
2. UU No. 13 Tahun 2003 Pasal 150
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja
Hermanto menekankan bahwa perusahaan wajib memberikan hak karyawan yaitu uang pesangon jika di PHK ataupun Resign.
Kepada seluruh masyarakat yang membutuhkan pendampingan yang disebabkan oleh :
1. Di PHK sepihak
2. sudah lama menjadi karyawan kontrak namun belum diangkat menjadi karyawan tetap,
3. tidak mendapat uang penghargaan masa kerja pasca di PHK,
4. tidak mendapat penggantian hak (UPH)
5. Tidak mendapat Hak Cuti, THR, dan Hak lainnya
6. Tidak mendapat upah yang layak atau standar upah minimum
Kami dari lembaga swadaya masyarakat Badan Anti Korupsi Nasional siap melakukan pendampingan dan juga pembelaan. Kami juga siap mendampingi hak karyawan diantaranya : Hak buruh harian lepas, Karyawan borongan dll.
Hermanto menyebut bahwa berdasarkan Pasal 88 ayat (1) Undang – undang Nomor 13 Tahun 2003 menyatakan dengan tegas dan jelas, “Setiap pekerja/buruh mempunyai hak untuk memperoleh perlindungan atas: a. keselamatan dan kesehatan kerja; b. moral dan kesusilaan; dan c. perlakuan yang sesuai dengan harkat dan martabat manusia serta nilai-nilai agama”.
Ketua umum LSM BAKORNAS itu juga menyampaikan sesungguhnya pengusaha dilarang membayar upah lebih rendah dari upah minimum, baik kepada karyawan tetap maupun karyawan kontrak. Keberlakuan upah minimum tersebut berlaku bagi pekerja dengan masa kerja kurang dari satu tahun. Sehingga, karyawan PKWT berhak mendapatkan pembayaran minimal sebesar upah minimum atau lebih. Hal ini secara tegas dicantumkan dalam Pasal 81 angka 28 Perppu Cipta Kerja yang mengubah Pasal 88E UU Ketenagakerjaan. Sserta diatur juga dalam Undang-undang (UU) Nomor 6 Tahun 2023, tutupnya.
* Yasinta Metro reportase