Depok-,Metro Reportase.Com,- Putusan Pengadilan Negeri Kota Depok mengeluarkan surat penetapan nomor 3/Pdt.P-Kons/2023/PN.Dpk telah menetapkan uang ganti rugi kepada pihak Justina Karinata, Harjo Yodotomo dan Warih Wirawan Hadi, berdasarkan surat permohonan nomor 08/DTT/2023 tertanggal 14 Februari 2023 yang diajukan oleh pihak Justina Karinata, terkait pembebasan tanah yang digunakan untuk pembangunan jalan Tol Cinere-Jagorawi yang terletak di Kelurahan Limo, Kecamatan Limo, Kota Depok, Jawa Barat,
dengan luas 323 m3 sesuai dengan nomor peta bidang 510 dan nomor urut daftar nominatif 557, berdasarkan peta bidang tanah bernomor 4109/Satgas A/Cinere-Jagorawi/2019 tanggal 26 November 2019.
Dengan nilai uang yang dititipkan kepada PN Depok sebesar Rp.1.049.461.000.
Menurut keterangan dari pihak juru sita uang tersebut akan diberikan kepada pihak yang bersengketa antara Justina Karinata, Harjo Yodotomo dan Warih Wirawan Hadi, menunggu kepastian semua pihak dapat hadir ke PN Depok.
“Kami akan memanggil semua pihak untuk menyerahkan uang ini sesuai penetapan. Namun kami belum tahu kapan waktunya, kita tunggu saja,” kata Imam salah satu juri sita saat bertemu dengan kuasa hukum dari waris Harjo Yodotomo (Dewi Hanggrahaeni), di PN Depok, Kamis (16/03/2023).
Pasalnya, surat penetapan Pengadilan Negri Kota Depok membuat geram kuasa hukum Ade Anggraini S.H., M.H (pihak Dewi Hanggrahaeni) yang merasa dirugikan atas penetapan PN Depok terhadap konsinyasi, karena menurutnya para waris dari Harjo Yodotomo hanya bersengketa dengan pihak Justina Karinata dan tidak ada kaitannya dengan pihak Warih yang masuk dalam kasus sengketa.
“Kasus sengketa tanah ini tidak ada kaitannya dengan Warih, nah kenapa tiba-tiba muncul namanya. Kami sudah melakukan jalur hukum baik dari PN hingga PK (Peninjauan Kembali) ke Mahkamah Agung. Inikan rancu kenapa muncul penetapan penitipan uang ganti rugi di PN. Apakah PN Depok tidak tahu kalau ini masih dapam proses PK,” tegas Ade kepada wartawan.
Ade menyampaikan, bahwa ada dugaan permainan dokumen yang dilakukan pihak BPN Depok dan PUPR selaku pelaksana tugas pembebasan jalan tol. Seharusnya dua Instansi besar itu bisa mengawal peroses pengadilan yang lebih trasparan dan objektif terkait dokume-dokumen pendukung yang di ikut sertakan saat akan berperkara.
“Sepertinya ada dugaan permainan yang dilakukan BPN Depok dengan PUPR. Kenapa bisa tanah warih yang jelas-jelas tidak masuk dalam sengketa jadi ikut dalam proses sengketa. Kan ini aneh…,” ungkap Ade Anggraini.
Merasa tidak puas dengan adanya penetapan konsinyasi dari PN Depok, pihak pengacara Harjo Yodotomo menghadap Ketua PN Depok, yang hasilnya semua pihak dapat melakukan gugatan hukum sesuai prosedur yang berlaku.
“Tadi Ketua PN Depok meminta kami untuk melakukan gugatan, nah ini kan butuh waktu dan dana, tidak mungkin kita lakukan. Harusnya kami diundang dan diberi tahu terlebih dahulu sebelum keluar penetapan konsinyasi. Ini kami sama sekali tidak tahu apa-apa, ternyata keluarlah nilai ganti rugi. Ini namanya merugikan semua pihak,” cetus Ade Anggraini.
Sampai berita ini diterbitkan pihak yang merasa bersengketa akan mempertanyakan hal ini kepada BPN Depok dan PUPR terkait tercantumnya nama lain yakni Warih yang masuk dalam sengketa tanah.
“Kami berencana akan menemui Kepala Kantor BPN dan PUPR, mempertanyakan masuknya nama warih kedalam konsinyasi. Sudah jelas kami yang bersengketa kenapa ada nama lain yang sejak awal tidak terlibat dalam sengketa ini, bisa masuk namanya dan bersengketa dalam satu bidang tanah kami,” pungkasnya.
(Bul Metro Reportase)