DEPOK – Proyek Penurapan Kali Angke, Kelurahan Pondok Petir, yang digarap Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Kota Depok, kini menjadi sorotan. Proyek senilai Rp 461.656.405,00 ini menuai keluhan dari pekerja di lapangan sekaligus kekhawatiran warga sekitar, terutama yang berhubungan dengan masjid terdekat. Persoalan ini mengemuka setelah adanya instruksi dari Kabid PUPR untuk mengubah kedalaman pondasi turap.
Tiem pengawasan dari Sumber Daya Air Dinas PUPR Kota Depok, Dodi, disebut sebut oleh warga dan para pekerja bahwa ia telah meminta agar kedalaman pondasi turap dibuat lebih dalam dari yang tercantum dalam gambar kerja atau desain awal proyek. Permintaan ini, menurutnya, dilakukan untuk memastikan kekuatan dan keamanan struktur turap.
Namun, permintaan ini langsung berbenturan dengan realita di lapangan dan menimbulkan polemik. Perubahan spesifikasi teknis yang fundamental tanpa melalui proses revisi desain yang formal berpotensi melanggar asas kepatuhan dalam pengelolaan keuangan daerah dan peraturan konstruksi.
Setiap proyek yang menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD), seperti proyek ini, wajib berpegang teguh pada prinsip-prinsip yang diatur dalam peraturan perundang-undangan. Pasal 23 Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 menegaskan bahwa pengelolaan keuangan negara (dan daerah) dilaksanakan secara tertib, taat pada peraturan, efisien, ekonomis, efektif, transparan, dan bertanggung jawab.
Selain itu, Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2017 tentang Jasa Konstruksi mensyaratkan bahwa pelaksanaan konstruksi harus mengikuti perencanaan yang telah disahkan. Setiap perubahan harus melalui mekanisme addendum kontrak yang melibatkan semua pihak, termasuk Konsultan Perencana (PT. Jirolu Saka Tama) dan Konsultan Supervisi (CV. Naya Nika Jaya), untuk memastikan akuntabilitas dan menjamin bahwa perubahan tersebut telah dihitung ulang secara teknis.
Instruksi untuk mengubah kedalaman pondasi di luar gambar kerja, jika tidak diikuti dengan revisi desain yang sah, dapat dianggap sebagai penyimpangan yang melanggar amanat hukum tersebut.
Di tempat terpisah, para pekerja proyek yang dikerjakan oleh CV. Skala Rayya ini mengeluhkan beratnya eksekusi perintah tersebut. Mereka menyatakan bahwa medan di lokasi penggalian sangat sulit.
“Salah satu kendala terbesar adalah aliran air tanah yang sangat deras dan kondisi tanah yang cadas. Ini menyulitkan penggalian,” ujar salah seorang pekerja yang enggan disebutkan namanya. Selain itu, alat berat yang seharusnya digunakan untuk memulai penggalian tidak dapat masuk ke titik yang dimaksud karena arus air yang sangat dras dan kondisi tanah yang tidak stabil. “Kami diperintah untuk menggali lebih dalam, tapi alat susah masuk, airnya deras. Ini sangat berisiko,” tambahnya.
Kekhawatiran justru lebih banyak disampaikan oleh warga, khususnya jamaah Masjid Amalia yang letaknya persis di samping proyek. Mereka mengkomplain keras instruksi perubahan kedalaman pondasi ini.
“Kami mohon dengan sangat, jangan sampai dasar pondasi awal yang sudah diatur dan direncanakan dari awal justru dibuat berbeda,” tutur Ahmad (57), salah seorang tokoh masyarakat setempat. Menurutnya, perubahan yang tidak memiliki perhitungan dan tanggung jawab yang jelas sangat berbahaya.
“Kedalaman yang dibuat di luar dari gambar awal bisa saja mengakibatkan tanah di bawah pondasi masjid menjadi labil dan longsor. Ini berisiko menyebabkan jebolnya struktur Masjid Amalia. Kami meminta pemkot untuk bertanggung jawab dan mengutamakan keselamatan warga,” protesnya dengan nada tinggi.
Warga menuntut adanya transparansi dan kejelasan dari Dinas PUPR Kota Depok. Mereka meminta agar proyek yang didanai dari uang pajak masyarakat ini tidak hanya selesai, tetapi juga dilaksanakan dengan prosedur yang benar, aman, dan tidak menimbulkan risiko baru.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada pernyataan resmi lebih lanjut dari Kepala Dinas PUPR Kota Depok, Citra IndahYulianty, mengenai keluhan pekerja dan protes warga ini. Publik menunggu langkah tegas dan solusi dari Dinas PUPR untuk memastikan proyek berjalan sesuai peraturan, aman bagi pekerja, dan tidak membahayakan bangunan di sekitarnya, sebagaimana diamanatkan oleh konstitusi dan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
(N.Aldy)