Depok, 10 April 2025 – Setelah melalui proses penyidikan selama sembilan bulan, Polres Metro Depok akhirnya menetapkan SP (20) sebagai tersangka dalam kasus penganiayaan berat yang terjadi di Cinere pada 20 Juli 2024. Namun, korban dan keluarga menyayangkan lambatnya penanganan kasus ini, terlebih pelaku masih bebas meski statusnya telah ditetapkan sebagai tersangka.
Berdasarkan Laporan Polisi Nomor: LP/B/1475/VII/2024/SPKT/POLRES METRO DEPOK, penetapan tersangka baru dilakukan pada Maret 2025, jauh melebihi batas waktu 60 hari sebagaimana diatur dalam Pasal 110 KUHAP. Korban, yang identitasnya dirahasiakan dengan inisial A, hingga kini masih mengalami trauma fisik dan psikologis.
Keluarga korban juga mempertanyakan mengapa Polres Depok tidak melakukan penahanan terhadap SP, padahal Pasal 21 KUHAP memperbolehkan penahanan untuk tindak pidana dengan ancaman hukuman di atas lima tahun, seperti penganiayaan berat (Pasal 170 KUHP dan Pasal 351 KUHP).
Muhammad Riyad, S.H., M.H., dari MR & Associates Law Firm, menyatakan bahwa kelambatan penanganan kasus ini berpotensi melanggar asas peradilan cepat (Pasal 50 UU Kekuasaan Kehakiman). Ia juga menekankan bahwa perlindungan terhadap korban belum optimal, padahal hal tersebut dijamin dalam UU No. 31 Tahun 2014 tentang Perlindungan Saksi dan Korban.
Menurut Peraturan BPK Nomor 6 Tahun 2019, lama penyidikan suatu perkara pidana bergantung pada tingkat kesulitan kasus.
Untuk Penyidikan perkara mudah membutuhkan waktu sekitar 30 hari dan Penyidikan perkara sedang membutuhkan waktu sekitar 60 hari.
“Setelah penetapan tersangka, penyidik wajib melakukan penahanan untuk mencegah penghilangan bukti, pelarian, atau pengulangan tindak pidana. Ini juga demi memberikan rasa aman bagi korban,” tegas Riyad.
Briptu Sitompul melalui via WhatsApp menyatakan bahwa Surat Pemberitahuan Perkembangan Hasil Penyidikan (SP2HP) masih menunggu tanda tangan Kasat Reskrim. “SP2HP akan segera dikirim ke kejaksaan dan pelapor,” ujarnya.
Keluarga korban menyesalkan kebebasan pelaku yang masih berkeliaran, sementara proses hukum berjalan lambat. Mereka mendesak penyelesaian yang cepat dan adil, sebagaimana dijamin Pasal 28D UUD 1945 tentang kepastian hukum.
Kasus ini kembali menyoroti pentingnya efisiensi dan transparansi penegakan hukum. Proses yang berlarut-larut tidak hanya merugikan korban, tetapi juga mengikis kepercayaan masyarakat terhadap aparat penegak hukum. UU Keterbukaan Informasi Publik semestinya menjadi dasar bagi institusi hukum untuk lebih transparan dan responsif.
Hingga berita ini diturunkan, belum ada perkembangan lebih lanjut dari Polres Metro Depok, sementara pelaku masih bebas. Keluarga korban terus mendesak keadilan agar kasus ini segera tuntas.
(Red)