Ambon metro reportase,com-
Mereka menuntut kejelasan atas dua proyek pipa air bersih di Tayando, Kecamatan Tayando Tam, Kota Tual, yang hingga kini mangkrak meski telah menelan anggaran lebih dari Rp50 miliar.
Proyek tersebut masing-masing dikerjakan oleh PT Fikri Bangun Persada senilai Rp21 miliar, dan PT Citra Mutiara Abadi senilai lebih dari Rp31 miliar. Keduanya didanai melalui anggaran pemerintah untuk membangun sarana pipa air bersih di wilayah terluar Provinsi Maluku. Namun, alih-alih menyelesaikan pekerjaan, kedua proyek itu kini terbengkalai tanpa kejelasan, menyisakan kekecewaan mendalam di tengah kebutuhan dasar warga yang tak kunjung terpenuhi.
Dalam orasinya, Adi Tamsil Kadimas, Koordinator Lapangan II pemuda Marhaen Maluku, menegaskan bahwa pihaknya menduga kuat adanya penyelewengan anggaran dalam pelaksanaan dua proyek tersebut.
Ia meminta DPRD Provinsi Maluku, khususnya Komisi III, segera memanggil kontraktor dan dinas teknis untuk melakukan rapat dengar pendapat (RDP) secara terbuka.
“Kami mendesak DPRD menjalankan fungsi pengawasan secara maksimal. Jangan hanya aktif di dapilnya sendiri, sementara daerah-daerah terjauh seperti Tayando dibiarkan jadi ladang kongkalikong,” ujar Adi kepada wartawan.
Adi, yang juga mahasiswa Magister Universitas Muhammadiyah Jakarta, menekankan pentingnya perhatian serius terhadap wilayah-wilayah yang secara geografis sulit dijangkau, namun justru sering dimanfaatkan oleh oknum untuk mengambil keuntungan pribadi dengan dalih pembangunan.
“Bayangkan, anggaran sebesar itu cair sejak April 2024, tapi progres di lapangan nol besar. Fungsi DPRD dalam pengawasan dipertanyakan. Jangan sampai kondisi geografis dijadikan alasan untuk melemahkan tanggung jawab negara kepada rakyatnya,” tambahnya.
Menanggapi tuntutan tersebut, Ir. Rimaniar Julindra Hetharia, ST., M.Sos., I.PP., anggota Komisi IV DPRD Provinsi Maluku dari Partai NasDem, yang hadir mewakili lembaganya, menyatakan apresiasi atas aspirasi yang disuarakan para demonstran.
“Komisi III saat ini sedang bertugas di Kabupaten Maluku Barat Daya. Namun saya pastikan, semua aspirasi ini akan saya sampaikan langsung kepada mereka,” ucap Julindra dengan nada diplomatis.
Ia juga menegaskan bahwa DPRD terbuka terhadap kritik dan masukan dari masyarakat, serta berkomitmen untuk memperkuat pengawasan terhadap proyek-proyek pemerintah, terutama yang menyangkut kebutuhan dasar seperti pipa air bersih.
Aksi ini membuka kembali luka lama tentang ketimpangan pembangunan di wilayah kepulauan. Tayando, sebagai bagian dari Kota Tual yang berada di wilayah terluar Provinsi Maluku, kerap menjadi simbol dari wilayah yang dilupakan. Ketika miliaran rupiah digelontorkan, masyarakat berharap solusi nyata, bukan proyek yang hanya tercatat di atas kertas.
Pemuda Marhaen Maluku menegaskan bahwa mereka akan terus mengawal persoalan ini hingga tuntas. Mereka juga menyerukan agar seluruh proyek di wilayah 3T (tertinggal, terdepan, terluar) diaudit secara transparan dan independen.
“Kami tidak menolak pembangunan, tapi kami menolak pembohongan. Masyarakat Tayando berhak atas air bersih, dan berhak tahu ke mana uang negara mereka mengalir,” tegas Adi Tamsil mengakhiri orasinya.
Ongenleano