Ambon,Metro Reportase,com 11 Juli 2025 – Di tengah gembar-gembor rencana kerja sama antar-instansi, realitas Pasar Mardika justru memunculkan ironi. Gunungan sampah yang membusuk dan menyebarkan bau menyengat masih mendominasi hampir setiap sudut pasar, menyajikan potret buram pengelolaan lingkungan di jantung perdagangan Kota Ambon.
Kondisi ini sangat kontras dengan pemberitaan salah satu media online pada Kamis kemarin, yang menyebutkan telah tercapai kesepakatan antara Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Provinsi Maluku dan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Ambon untuk memulai pembersihan pasar sejak hari ini dan besok.
Namun pantauan di lapangan menunjukkan sebaliknya. Sampah-sampah menumpuk tanpa pengelolaan, menciptakan suasana yang tidak hanya mengganggu kenyamanan, tetapi juga mengancam keselamatan. Sebuah hidran pemadam kebakaran bahkan terlihat terkepung tumpukan sampah, menyiratkan minimnya perhatian terhadap standar keamanan dasar.
Kesehatan Publik Terancam di Tengah Genangan dan Serangga
Bagi para pedagang dan pengunjung, situasi ini bukan lagi sekadar persoalan estetika, melainkan ancaman serius terhadap kesehatan. Bau busuk yang menusuk hidung menjadi bagian dari “aroma harian” yang terpaksa mereka hadapi. Lalat dan serangga beterbangan bebas, berpotensi membawa berbagai penyakit.
“Bagaimana mau nyaman jualan, Pak, kalau baunya seperti ini? Pembeli juga enggan berlama-lama. Kami takut anak-anak kami sakit,” keluh seorang pedagang sayur dengan nada putus asa.
Di banyak titik, genangan air tercampur sampah dan lumpur menjadi tempat ideal berkembangnya bakteri, nyamuk, hingga bibit penyakit kulit, diare, dan infeksi pernapasan. Situasi ini menjadi alarm keras bagi otoritas kesehatan dan kebersihan lingkungan di Kota Ambon.
Kritik Tajam: Konsistensi Rendah, Fokus ke Retribusi
Janji pembersihan yang digaungkan dinas terkait justru dinilai publik sebagai respons sesaat dan bukan bagian dari solusi berkelanjutan. Tidak sedikit yang menilai bahwa kesepakatan yang diumumkan hanya sebatas “pemadam kebakaran” citra, bukan langkah nyata membenahi sistem pengelolaan sampah pasar.
Lebih jauh, muncul dugaan kuat bahwa prioritas kerja Disperindag dan DLH lebih berat ke arah penarikan retribusi dan pungutan, ketimbang pelayanan publik yang seharusnya mereka emban.
“Kami bayar retribusi, bayar pungutan sampah, tapi lihat sendiri hasilnya. Sampah menumpuk seperti gunung. Kalau cuma mau ambil uangnya saja, lalu masalahnya tidak diselesaikan, buat apa ada dinas?” ujar seorang pengunjung geram.
Kritik ini bukan tanpa dasar. Jika kerja sama antar-dinas benar-benar berjalan, publik tidak akan menyaksikan tumpukan sampah yang menjulang hingga menutupi jalur evakuasi darurat. Ini mengindikasikan adanya kesenjangan besar antara kebijakan dan pelaksanaannya di lapangan.
Ujian Nyata Pemerintah Kota
Pasar Mardika hari ini adalah cermin dari koordinasi antarlembaga yang lemah dan pengawasan yang nyaris tak berjalan. Janji “pembersihan mulai hari ini dan besok” akan menjadi ujian kredibilitas pemerintah daerah. Bila dalam beberapa hari ke depan kondisi pasar tetap seperti ini, publik berhak menilai bahwa kerja sama yang dideklarasikan tidak lebih dari retorika kosong.
Kebersihan bukan soal wacana, melainkan tindakan. Di tengah situasi darurat lingkungan seperti ini, masyarakat menuntut bukti, bukan basa-basi.
Ongenleano