Karawang Jabar,- Metro Reportase,- Sengketa tanah persil di Desa Batujaya Kecamatan Batujaya, Kabupaten Karawang kian memanas. Pasalnya pihak H. Zaenudin melalui kuasa hukumnya melayangkan surat permohonan eksekusi lahan kepada Pengadilan Negeri karawang. Namun pihak KH. Asy’ari alias ahli waris Ustad Abdul Somad melalui kuasa hukumnya akan tetap mempertahankan tanah peninggalan tersebut.

Bakhir selaku kuasa hukum dari H. Zaenudin menjelaskan, sertifikat 08 mendapatkan tanah itu melalui balai lelang.

“Jadi dari lelang bukan dari bapak – bapak. Terkait lokasinya, yang tahu aparat desa yang bersangkutan dan kebetulan pihak Kepala Desa tidak ada. Tentu saya kembalikan lagi kepada pihak pengadilan, permohonan tersebut berdasarkan risalah lelang yang dihibahkan kepada H. Zaenudin,” katanya, Kamis (2/6/2022).

Dalam waktu yang sama, Arif selaku kuasa hukum ahli waris Ustad Abdul Somad menyampaikan, jika emang klien pak Bakhir ini memang benar mendapatkan hibah tanah tersebut pihaknya meminta pertanggungjawabannya agar lebih jelas menghibahkannya letak yang mana.

“Karena orang yang menghibahkanya juga tidak tahu dimana lokasinya,” kata Arif.

Juru sita Pengadilan Negeri Karawang, Musa membacakan, berdasarkan surat permohonan ke BPN dari pihak keluarga Abdul Somad tahun 2022 terhadap objek tanah tersebut menyatakan relevan dengan sertivikat 185 milik Almarhum Abdul Somad.

“Dengan adanya sengketa dua perkara yang diajukan tahun 1998 dan tertahan tahun 2003 keputusan itu telah inkrah. Surat ini saya baca ada kata – kata overlap dengan sertifikat 0823, ini kata surat ini ya bukan kata saya. Artinya sertifikat atau tanah objek yang dimohonkan relevan,” ungkap Musa.

Lebih jauh Musa menuturkan, terkait bentuk tanah yang dipersoalkan, pihaknya tidak mengetaui karena hal itu ranah BPN.

“Kami akan tetap berjalan sesuai peraturan, dan tetap menjamin hak subjektiif pemilik lahan diperhatikan. Saya tidak dapat memberi pendapat karena itu hak BPN untuk tidak hadir, karena kita tidak bisa paksa untuk hadir tetapi kami sudah memanggil secara resmi namun tidak datang, ya sudah,” tambah Musa.

Disisi lain, anak almarhum Ustad Abdul Somad, H. Furqon anak menceritakan awal mula kejadiannya

“Dulu ada pengusaha beras datang ke wilayah Batujaya membuat pabrik penggilingan beras dengan lokasi tepat didepan lokasi sertifikat 185 milik ahli waris Abdul Somad, dan mungkin saat itu mereka ingin punya dana sehingga mengajukan ke bank. Kebetulan tanah kita berbatasan pabriknya sehingga limbahnya mengarah ke tanah kita. Pihak penggarap mengeluh karena limbahnya merusak hasil panen sampai menimbulkan gatal. Jadinya kita temu pihak orang pengusaha yang bernama Darmada Supangkat atau dikenal Oxsu dan hasilnya tanah kita disewa. Tidak lama, pabrik penggilingan beras ini bangkrut hingga pihak bank menyita.
Setelah itu kita temui pihak pabrik beras dan bertemu menanyakan terkait penyewaan tanah kita,” tutur H. Furqon.

Lalu Darmada, lanjut H. Furqon, menyerahkan kembali pengelolaan tanah itu kepada ahli waris.

“Namun pada saat itu dia bicara bahwa tanah itu sudah dibuatkan sertifikat nomor 08. Ketika ditelusuri ahli waris tanah pembuat sertifikatnya berdasarkan tanah gendom dan sertifikat 08 berdasarkan HGU (Hak Guna Usaha). Ketika di cek di BPN tidak ada gambarnya.

H. Furqon kembali menceritakan, BPN pada tahun 1985/1987 ada program sertifikasi tanah dari BPN melalui Kecamatan.

“Pada saat itu ada informasi tanah kami akan ada yang mau eksekusi penyitaan, jadi kita patok merah hingga pak Camat menyakan kenapa dipatok, dan bapak saya menjawab bahwa itu tanah warisan dengan menunjukan bukti girik tetapi menurut pak Camat ada yang mengaku pemilik lahan itu, tetapi pas dilihat persilnya beda,” lanjut H. Furqon.

H. Furqon menjelaskan, pada saat konsultasi dengan pihak petugas BPN dan dicek tanah tersebut tidak ada jual beli ataupun hibah tanah tersebut.

“Jadi masih mutlak milik Ustad Abdul Somad, dan kami ajukan penerbitan sertifikat pada tahu 1987 tapi setelah terbit sertifikat tanah itu, sekitar 1989/1990 ada yang mengaku itu tahan mereka yang benama Zaenudin. Dia mengaku tanah dapat hibah dari Sugi yang mendapatkan lelang tanah tersebut. Hingga setelah itulah kami merasa banyak mendapatkan intimidadisi kepada kami, bahkan melibatkan beberapa aparat berwenang,” ucap H. Furqon.

H. Furqon membeberkan, pihak Zaenudin memaksa dengan alasan mengeluarkan uang ganti rugi.

“Harga tanah Rp. 15.000,-/m dia membayar Rp. 1.500,-/m dan memaksa menyetujui dan menyerahkan surat – suratnya dengan mengancam akan melaporkan, tetapi pihak kami tidak mau menyetujui. Kami minta harga normal, sampai orang tua saya dilaporkan ke Polres Karawang dengan tuduhan telah melakukan sumpah bohong atau kesaksian bohong didepan Pejabat Pembuat Akte (PPATK). Ketika kami tunjukan sertifikat tetapi sertifikat kami diambil dan ditahan oleh Polres dengan alasan untuk dicek ke BPN, tetapi tidak diserahkan kepada kami kembali,” cerita H. Furqon.

Menurut H. Furqon, dari hal ini sini Pihak aenudin itu mengambil kesimpulan dengan mengajukan eksekusi tanah kepada pengadilan pada tahun 2009.

“Sampai gelar perkara tanah tersebut tetap tidak dapat dieksekusi oleh mereka, dan ketika proses eksekusi tanah masih berjalan, pihak Zaenudin menjual kepihak Khaerudin. Dan Khaerudin meninggal dunia dan juga punya adik yang bernama Heraman Sani sehingga menggugat kami. Saat pertengahan bulan Ramadhan kemarin, ternyata Herman Sani meninggal dunia, lalu pihak kuasa Zaenudin melakukan permohonan eksekusi tanah kepada PN Karawang, begitulah kronologi kejadian saat ini,” tutup H. Furqon.

(Yanny Manuhutu)